PUNCAK POPULER – Sektor properti di Indonesia kembali memperoleh sorotan sebagai salah satu pilar penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurut pernyataan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sektor perumahan memiliki efek berganda (multiplier effect) yang kuat terhadap berbagai industri dan aktivitas ekonomi.
Kondisi Terkini & Tantangan
Data menunjukkan bahwa di kuartal kedua 2025, terjadi penurunan penjualan properti residensial primer sebesar 3,80 % secara tahunan. Menurut survei Bank Indonesia (BI), lima faktor utama yang mendorong melemahnya pasar adalah kenaikan harga bahan bangunan, birokrasi yang kompleks, tingkat suku bunga yang tinggi, beban pajak, dan faktor‑eksternal lainnya.
Sementara itu, dalam laporan semester pertama 2024 pada Segmen Properti sewa, laju pertumbuhan mulai meningkat — meskipun masih lambat — menunjukkan adanya peralihan dinamika pasar.
Mengapa Properti Penting — Efek Berganda (Multiplier)
Sektor properti memainkan peran ganda dalam ekonomi nasional: ia bukan hanya soal pembangunan rumah atau gedung, tetapi juga menyentuh banyak subs‑ekonomi seperti konstruksi, bahan bangunan, tenaga kerja, jasa keuangan, dan konsumsi rumah tangga.
Misalnya, ketika pemerintah menyuntikkan dana dan mendorong kredit properti, seperti yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) dan lembaga lainnya, maka akan terjadi peningkatan pembelian bahan bangunan (semen, baja, keramik), tenaga konstruksi bekerja lebih banyak, hingga peningkatan konsumsi rumah tangga karena penghuni baru atau perluasan rumah. Hal ini disampaikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, bahwa dana yang mengalir ke sektor properti akan menciptakan efek ke aktivitas konsumsi dan produksi lainnya.
Selain itu, investasi properti pun memiliki prospek jangka menengah panjang yang cukup menarik: Laporan pasar menyebut bahwa ukuran pasar real estate Indonesia yang diproyeksikan akan mencapai USD 151,7 miliar pada tahun 2033, dengan CAGR sekitar 5,29 %.
Peran Pemerintah & Kebijakan
Pemerintah mengakui bahwa untuk mendorong sektor properti agar benar‑benar menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, diperlukan dukungan kebijakan yang tepat. Sebagai contoh:
-
Program kredit pemilikan rumah bersubsidi (KPR) melalui BP Tapera dengan dana besar untuk mempercepat pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
-
Dorongan agar sektor properti bisa menyerap dana kredit dari bank‑bank pemerintah, sehingga bisa memunculkan permintaan dan aktivitas ekonomi.
-
Pengaturan birokrasi dan regulasi agar izin pembangunan atau transaksi properti tidak terlalu membebani, sehingga bisa mempercepat putaran ekonomi dari sektor ini.
Kementerian PUPR menyebut bahwa sektor perumahan merupakan salah satu pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional karena efek bergandanya yang kuat.
Dampak yang Bisa Dialami – Peluang & Risiko
Peluang:
-
Penyerapan tenaga kerja tinggi: Dari tukang, mandor, sampai tenaga layanan terkait properti.
-
Aktivitas konsumsi naik: Pemilik rumah baru membeli perabot, listrik, air, layanan purna‑jual.
-
Sektor pendukung bertumbuh: Bahan bangunan, jasa arsitek/kontraktor, logistik.
-
Efek antara: Ketika properti meningkat, bank bisa lebih aktif memberi KPR, sehingga sektor keuangan juga mendapat dorongan.
Risiko:
-
Over‑supply atau pertumbuhan terlalu cepat tanpa permintaan nyata bisa menimbulkan tekanan harga dan aset properti menjadi beban. Laporan BI yang menyebut penurunan penjualan residensial primer adalah sinyal hati‑hati.
-
Suku bunga yang tinggi atau kondisi kredit yang ketat bisa membatasi pembeli—yang akhirnya menghambat efek berganda.
-
Regulasi dan birokrasi yang lambat akan menghambat kecepatan realisasi pembangunan sehingga menunda efek positifnya.
-
Terdapat tantangan di segmen properti komersial/sewa yang masih stagnan karena kelebihan pasokan (over‑supply).
Prospek ke Depan
Melihat kondisi saat ini, prospek sektor properti untuk berperan sebagai penggerak ekonomi memang nyata, namun harus didukung pengaturan dan stimulus yang tepat. Misalnya, ketika ekonomi nasional semakin pulih dan permintaan rumah meningkat — seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan bahwa permintaan perumahan akan cepat naik seiring dengan perbaikan ekonomi.
Pengamat menyebut bahwa kombinasi antara stimulus fiskal‑moneter dan reformasi regulasi menjadi kunci agar sektor properti tidak hanya “bertahan”, tetapi benar‑benar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Laporan Q2 2025 menunjukkan pasar properti yang cukup stabil meskipun banyak tantangan—yang artinya kapasitas sektor ini untuk tahan banting cukup baik.
Dalam jangka panjang, peningkatan permintaan rumah di kawasan pinggiran kota (suburban), model rumah koperasi, serta perubahan pola hunian akibat dinamika demografi juga menjadi faktor yang memperkuat potensi sektor properti sebagai motor ekonomi.
Kesimpulan
Sektor properti di Indonesia bukan sekadar soal pembangunan hunian atau gedung, melainkan sebuah rantai aktivitas ekonomi yang bisa menciptakan efek berganda yang besar — mulai dari konstruksi, bahan bangunan, keuangan sampai konsumsi rumah tangga. Namun potensi besar tersebut tidak muncul secara otomatis. Dibutuhkan dukungan kebijakan yang tepat, regulasi yang efisien, serta kondisi makroekonomi yang kondusif.
Dengan demikian, bagi para pelaku ekonomi — baik pemerintah, developer, investor, maupun masyarakat umum — memahami “multiplier effect” dari sektor properti bukanlah hanya melihat rumah atau gedung yang dibangun, tetapi melihat bagaimana seluruh ekosistem di sekitarnya bergerak bersama. Jika dikelola dengan baik, sektor properti bisa menjadi salah satu pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Apakah Anda ingin saya menggali khusus dampak sektor properti terhadap lapangan kerja atau konsumsi rumah tangga secara lebih mendetail?
