Puncak Populer — Sepanjang 2025, bencana banjir yang berulang kali melanda wilayah Jabodetabek menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat dan daerah. Curah hujan tinggi yang diperparah oleh alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai mendorong langkah tegas penataan wilayah, khususnya di kawasan Puncak dan Sentul, Bogor.
Kawasan yang selama ini dikenal sebagai daerah resapan air sekaligus destinasi wisata favorit, berubah menjadi sorotan nasional karena dinilai berkontribusi terhadap meningkatnya risiko banjir di wilayah hilir.
Puncak dan Sentul dalam Sorotan Pemerintah
Puncak dan Sentul menjadi titik fokus penertiban karena pesatnya pembangunan vila, hotel, dan kawasan properti komersial. Sepanjang tahun, pemerintah melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah lokasi yang diduga melanggar tata ruang dan izin lingkungan.
Beberapa pejabat dari kementerian, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten turun langsung ke lapangan. Langkah ini menandai keseriusan pemerintah dalam menata ulang kawasan strategis demi menjaga keseimbangan lingkungan.
Penertiban Wisata Alam dan Vila Ilegal
Salah satu agenda utama sepanjang 2025 adalah penertiban tempat wisata alam yang tidak memiliki izin lengkap. Sejumlah vila, penginapan, dan objek wisata ditutup sementara, bahkan ada yang dibongkar karena berdiri di kawasan lindung atau sempadan sungai.
Pemerintah menilai banyak usaha wisata yang mengabaikan aspek lingkungan, seperti menutup lahan resapan dengan beton dan tidak memiliki sistem pengelolaan air yang memadai. Penertiban ini memicu perdebatan, namun dianggap perlu demi kepentingan jangka panjang.
Properti Jadi Sasaran Evaluasi Ketat
Selain wisata, sektor properti juga menjadi sasaran evaluasi. Proyek perumahan dan kawasan komersial di Sentul dan sekitarnya diperiksa terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan kesesuaian tata ruang.
Beberapa proyek diminta menghentikan sementara pembangunan hingga kewajiban lingkungan dipenuhi. Pemerintah menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan fungsi ekologis kawasan hulu yang berdampak langsung ke Jabodetabek.
Respons Pengembang dan Pelaku Usaha
Penertiban ini mendapat beragam respons dari pengembang dan pelaku usaha wisata. Sebagian mendukung langkah pemerintah dan menyatakan siap menyesuaikan konsep pembangunan yang lebih ramah lingkungan.
Namun, ada juga yang mengeluhkan dampak ekonomi, terutama pelaku usaha kecil yang bergantung pada sektor pariwisata. Pemerintah daerah pun didorong untuk menyiapkan solusi agar penertiban tidak mematikan ekonomi lokal.
Peran Pemerintah Daerah dan Aparat
Pemerintah Kabupaten Bogor bersama aparat penegak hukum memainkan peran penting dalam pelaksanaan penertiban. Satpol PP, dinas lingkungan hidup, dan dinas perizinan dilibatkan untuk memastikan aturan ditegakkan secara konsisten.
Koordinasi lintas instansi menjadi kunci agar penertiban tidak hanya bersifat seremonial, tetapi berkelanjutan. Pemerintah juga membuka kanal pengaduan masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Sepanjang 2025, dampak penertiban mulai terasa. Beberapa daerah aliran sungai menunjukkan perbaikan aliran air, meski hasilnya belum sepenuhnya signifikan. Penanaman kembali pohon dan normalisasi saluran air menjadi bagian dari program lanjutan.
Dari sisi sosial, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kawasan resapan air meningkat. Isu lingkungan tidak lagi dianggap sebagai tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga pelaku usaha dan warga.
Puncak–Sentul sebagai Cermin Tata Ruang Nasional
Penataan Puncak dan Sentul sepanjang 2025 menjadi cermin permasalahan tata ruang nasional. Ketidakseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan menjadi pelajaran penting bagi daerah lain.
Pemerintah pusat menilai kebijakan tegas di kawasan ini dapat menjadi model penataan wilayah hulu sungai di daerah lain yang memiliki risiko banjir serupa.
Agenda Lanjutan Pasca 2025
Memasuki akhir 2025, pemerintah menyiapkan agenda lanjutan berupa revisi rencana tata ruang, penguatan pengawasan, dan peningkatan sanksi bagi pelanggar. Edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat juga akan terus digencarkan.
Selain itu, pengembangan wisata berkelanjutan berbasis alam dan budaya mulai didorong sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan. Konsep ini diharapkan tetap menjaga daya tarik Puncak dan Sentul tanpa merusak fungsi ekologisnya.
Kaleidoskop 2025 mencatat Puncak dan Sentul sebagai panggung utama penertiban wisata dan properti akibat imbas banjir Jabodetabek. Langkah tegas pemerintah menjadi sinyal bahwa pembangunan tidak boleh mengabaikan keseimbangan lingkungan.
Meski menuai pro dan kontra, penertiban ini diharapkan menjadi titik balik penataan kawasan hulu sungai secara berkelanjutan. Dengan kolaborasi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, Puncak dan Sentul diharapkan kembali menjalankan perannya sebagai kawasan resapan air sekaligus destinasi wisata yang lestari di masa depan.

